Agama Islam pertama kali dikenal oleh masyarakat Jepang adalah sekitar
tahun 1877 yang bersamaan waktunya dengan hadirnya agama Nasrani dari
Barat ke negara tersebut. Seiring kemudian muncul buku terjemahan bahasa
Jepang mengenai riwayat hidup Nabi Muhammad. Hal ini secara langsung
membantu Islam menempatkan diri pada wacana intelektual warga setempat.
Kontak penting
lainnya adalah tahun 1890 saat sebuah kapal laut milik Kerajaan Turki
Ottoman singgah di Jepang dalam rangka menjalin hubungan diplomatik.
Dari sinilah warga Jepang jadi lebih mengenal Islam serta kebudayaannya.
Akan tetapi dalam perjalanan pulangnya, kapal bernama ‘Entrugul’ ini
karam.
Adapun
orang Jepang pertama yang memeluk Islam adalah Mitsutaro Takaoka tahun
1909. Dia lantas mengganti namanya menjadi Omar Yamaoko setelah
melaksanakan ibadah haji. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa orang
Jepang bernama Torajiro Yamada kemungkinan merupakan pemeluk Islam
pertama di sana dan pernah berkunjung ke Turki.
Komunitas
muslim baru ada setelah kedatangan pengungsi dari Uzbek, Kirghiz,
Kazakh, dan kaum Tatar Muslim yang lari akibat terjadi Revolusi
Bolshevik di Rusia selama Perang Dunia I. Pemerintah kekaisaran Jepang
kemudian bersedia menyediakan lahan bagi tempat tinggal mereka di
beberapa kota hingga membentuk komunitas-komunitas kecil.
Dengan
munculnya komunitas muslim ini, tak lama akhirnya didirikanlah sejumlah
bangunan masjid. Salah satu yang dianggap penting adalah masjid Kobe
yang dibangun tahun 1935 dan masjid Tokyo tahun 1938. Berkat
kontak-kontak yang intens dengan pemeluk Islam, beberapa penduduk Jepang
pun beralih ke Islam saat itu.
Islam
justru mengalami perkembangan pesat selama berkecamuknya Perang Dunia
II. Kekaisaran dan militer Jepang banyak menjalin hubungan dengan
sejumlah organisasi dan pusat kajian Islam serta negara Islam. Pada masa
ini sebanyak 100 buku dan jurnal mengenai Islam terbit di Jepang.
Namun, tujuan utama pihak militer mendekati kalangan Islam adalah guna
mendapat pengetahuan tentang Islam dalam kaitan rencana invasi ke
negara-negera Asia Tenggara yang berpenduduk Muslim.
Tahun
1953 organisasi muslim pertama (Japan Muslim Association) berdiri di
bawah pimpinan Sadiq Imaizumi. Jumlah anggotanya masih sebanyak 65 orang
dan bertambah dua kali lipat dua tahun kemudian. Pengganti Sadiq adalah
Umar Mita. Dia mempelajari Islam ketika bekerja di Manshu Railway
Company di Cina saat perang dunia II. Karena sering kali berhubungan
dengan umat muslim Peking-Cina, lama kelamaan Umar percaya terhadap
ajaran Islam dan memutuskan beralih menjadi Muslim. Sesudah kembali ke
Jepang, dia pergi ke tanah suci Makkah dan tercatat sebagai orang Jepang
pertama yang berhaji setelah masa perang. Tak hanya itu, Omar
selanjutnya juga membuat terjemahan Alquran ke dalam bahasa Jepang.
Satu
lagi masa kejayaan Islam di Jepang tatkala terjadi krisis minyak dunia
tahun 1973. Negara-negara Timur Tengah mengembargo pasokan minyak
mentahnya kepada negara yang mendukung Israel. Oleh karenanya, perhatian
warga Jepang tercurah kepada perkembangan Islam khususnya di Timur
Tengah. Mereka pun makin menyadari penting menjalin hubungan dengan
negara-negara tersebut bagi pertumbuhan ekonomi Jepang. Akan tetapi
sekali lagi usai krisis minyak reda, Islam pun kembali dilupakan oleh
masyarakat Jepang.
Hingga
kini Islam seolah sulit berkembang di Jepang. Salah satu sebabnya
adalah ketaatan warga Jepang terhadap kepercayaan Sinto dan Budha.
Statistik menyebutkan, sekitar 80 persen penduduk memeluk Sinto atau
Budha. Hanya satu dari empat penduduk Jepang yang menganut agama lain.
Adapun agama Islam dianut oleh sekitar satu setengah juta jiwa. Jumlah
ini terbilang kecil dibandingkan populasi di Jepang sebanyak 120 juta
jiwa.
Sebagian
besar pemeluk Islam ini adalah para pelajar dan imigran dari negara
Asia Tenggara dan Timur Tengah. Hanya sedikit yang warga asli Jepang.
Umumnya terkonsentrasi di kota-kota besar semisal Hiroshima, Kyoto,
Nagoya, Osaka, dan Tokyo. Secara rutin dakwah juga berjalan pada
komunitas-komunitas Muslim ini.
Pada
kenyataannya pula asosiasi pelajar muslim serta organisasi keagamaan
kerap menyelenggarakan acara bersama dan diskusi untuk menambah
pengetahuan ke-Islaman. Selain itu acara tersebut terbukti cukup efektif
dalam membina persaudaraan sesama Muslim.Beberapa tahun lalu, Dr Saleh Samarrai yang pernah belajar di negara Sakura itu dari tahun 1960, membentuk Japan Islamic Center dan menyusun metode dakwah efektif di Jepang. Sumbangsihnya ini akhirnya mampu mendorong upaya pengembangan Islam serta mengenalkan Islam secara luas pada masyarakat Jepang yang kosmopolitan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar